Ningwyarti, Ibunda Bripda Imam Gilang Adinata (24), tidak memiliki firasat apapun bahwa anaknya menjadi salah satu polisi yang gugur dalam teror bom di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, pada Rabu (24/5/2017) malam.
Dia terakhir kali berkomunikasi dengan anaknya saat Gilang hendak berangkat untuk bertugas.
"Saya tidak mendapat firasat apa-apa," ujar Ningwyarti di rumah duka, Jalan Kelingkit, Kelurahan Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (25/5/2017).
Ningwyarti mengatakan, Gilang menghubunginya melalui telepon pada Rabu malam sebelum bertugas.
Dia berpamitan untuk menjaga pengamanan pawai obor menjelang Ramadan di sekitar Kampung Melayu.
"Cuma nelepon, pamit kalau jaga pengamanan (pawai) obor jam 19.00, kemudian tahu-tahu ternyata anak saya jadi korban," kata dia.
Pacar Gilang, Dinda Venisita Verina, mengatakan, komunikasi terakhir dia dengan Gilang terjadi sekitar 15 menit sebelum ledakan bom Kampung Melayu melalui pesan WhatsApp.
Gilang kemudian tidak membalas pesan singkat dari dirinya.
"Komunikasi terakhir 15 menit sebelum kejadian, cuma WhatsApp, 'Yang', gitu aja. Saya balas, 'Kenapa yang?', terus enggak dibalas lagi," ucap Dinda.
Dinda mengatakan, mulanya Gilang ingin berkunjung ke rumahnya di Cengkareng, Jakarta Barat, pada Rabu sore.
Namun, hal tersebut urung karena Gilang harus bertugas pada malam harinya.
"Sebelumnya dia pengin ketemu sore, mau ke rumah saya di Cengkareng, karena bertugas jadi enggak bisa," kata Dinda.
Baca: Ledakan Di Kampung Melayu, Kapolres Jaktim Sebut Ada Tiga Orang Korban, Kelihatannya Meninggal
Sama seperti Ibunda Gilang, Dinda pun tidak memiliki firasat pacarnya akan gugur saat bertugas.
Dia hanya mengaku pernah bermimpi menikah dengan Gilang beberapa waktu sebelum ledakan bom Kampung Melayu.
Gilang adalah anggota Dit Sabhara Polda Metro Jaya.
Dia merupakan satu dari tiga polisi yang gugur dalam teror bom tersebut.
Jenazah Gilang akan dimakamkan di kampung halaman orangtuanya di Srago Gede, Klaten, Jawa Tengah.
Cerita saksi
Penumpang bus Transjakarta jurusan Harmoni - Pusat Grosir Cililitan (PGC) baru saja turun ke shelter Kampung Melayu, Jakarta Timur, saat ledakan pertama terjadi, Rabu (24/5/2017) malam.
Daryanti (33), petugas TransJakarta yang mengawal penumpang di bus tersebut mengingat ledakan pertama terjadi saat penumpang sudah turun semua dari bus.
"Waktu itu kan penumpang yang ngantre, harusnya naik setelah semua penumpang di dalam turun, tiba-tiba ada ledakan, akhirnya semua masuk lagi," ujarnya kepada wartawan di lokasi ledalan.
Ia mengingat ledakan tersebut tidak seperti suara ledakan pecah ban truk.
Suara ledakan itu cukup besar, seperti suara ledakan yang biasa ia dengar di film-film aksi.
Selang sekitar dua menit kemudian, ledakan kedua terjadi.
"Waktu itu setelah ledakan, semua kaca kan pecah, tahu-tahu di pintu arah Ancol ada kepala laki-laki, penumpang pada lihat, panik semua. Yang tadinya saya ngawal penumpang, akhirnya saya ikut masuk juga," ujarnya.
Penumpang akhirnya diturunkan melalui pintu darurat di sisi kanan TransJakarta.
Semua penumpang termasuk dirinya, dan pramudi Transjakarta, bisa keluar dari bus dengan selamat.
Pantauan Tribunnews.com, di shalter Transjakarta Kampung Melayu, pintu kaca di sisi utara memang hancur.
Di seberang kaca yang hancur tersebut terdapat pintu juruan Ancol. Sisi utara shelter TransJakarta, adalah tempat di mana biasanya angkot parkir.
Saat ini wilayah tersebut sudah dijaga ketat oleh Polisi. (Tribunnews.com/Nurmulia Rekso Purnomo)