BINTAN – Tugas pokok tentara adalah menegakkan kedaulatan negara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, merupakan sebuah tugas mulia yang sangat didamba-dambakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Namun sangat bertolak belakang dengan sikap beberapa oknum tentara yang membekingi permasalahan sengketa tanah antara sesama masyarakat sipil. Permasalahan sengketa tanah selayaknya diselesaikan melalui jalur sengketa keperdataan di Pengadilan dan jika ada unsur pidana yang terpenuhi pada perkara tersebut dapat diselesaikan dengan melaporkan kepada pihak kepolisian.
Apabila dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku, diyakini pihak-pihak yang bersengketa akan dapat terpenuhi rasa keadilannya.
WartaKepri mendapatkan kiriman foto dan video tentang sebuah kejadian sengketa tanah di Wilayah Bintan Trikora beberapa hari lalu. Mendapat foto ini, redaksi WartaKepri mencoba mencari tahu apakah sosok perwira TNI yang di foto dan dalam video, benarkan seorang tentara.
Bahkan, redaksi wartakepri mencoba membagi foto tersebut ke perwira menengah di Korem 033/WP. Dalam pesan singkatnya ke wartawan WartaKepri menjelaskan akan mengecek kelapangan.
” Akan dicek ke lapangan” kutipan pesan singkat WA Kolonel, Kamis (15/7/2016) lalu.
Adapun, kronoligis kejadian yang diterima WartaKepri terkait foto itu dijelaskan, bahwa pada Rabu (29/6/2016) sekelompok orang yang dibekingi oleh beberapa orang oknum tentara mendatangi kampung teluk dalam, trikora dengan membongkar pagar yang telah terpasang bersama seorang dokter senior di Tanjungpinang, dr.Dwi Limaran Hartadi, yang mengaku sebagai pemilik lahan tersebut.
Perbuatan sewenang-wenang dilakukan tanpa mempedulikan bahwa negara Indonesia sebagai negara hukum. Dengan melakukan intimidasi dan menakut-nakuti penjaga lahan, Yunus (53) yang saat itu juga bersama istri, anak dan cucunya yang masih balita.
Mereka tetap bersikeras akan membongkar rumah yang menjadi tempat berteduh keluarga sang penjaga lahan. Tidak lama berselang, datang sekelompok masyarakat sipil yang mengaku sebagai pemilik tanah yang membawa sebundel dokumen lahan, dan saling memperlihatkan dokumen antara dr. Dwi dan dokumen milik Hasim.
Dengan argumentasi yang nadanya semakin meninggi, membuat suasana semakin memanas. Beberapa orang bawaan dr.Dwi terlihat geram dengan sikap Edison yang terus membantah keabsahan dokumen yang dimiliki dr.dwi.
Pada pembicaraan sedang berlangsung, seorang oknum TNI AD berpangkat Mayor S ikut berbicara, menyampaikan bahwa berbicara dengan baik karena kehadiran mereka untuk menengahi. Begitu dijawab oleh Edison bahwa pihak mereka sudah siap perang. SD langsung berang dan marah-marah.
“Abang nantang saya ! Abang nantang saya ! Ini mayor ni bang ya… Ini mayor ! Aku tahu orang-orang kamu ya,” kata SD sambil menunjuk-nunjuk pangkatnya yang satu melati itu.
Dalam kemarahan S anggotanya juga ikut bicara, G, ” ini komandan saya ni ! kau ngomong sopan kau ya! Aku siap mati untuk komandan saya”.
Sebagai masyarakat sipil, semua yang berada di lokasi diam dan mencoba mengalihkan kemarahan sang oknum tentara. Kemudian pembicaraan berlangsung kembali. Pembicaraan yang berlangsung alot, berakhir dengan pemukulan terhadap Muhamad Adrian.
Saat dikonfirmasi oleh Warta kepri, Edison mengatakan bahwa benar sempat menyebut “siap perang”, hal tersebut karena konotasi “perang” yang dimaksud oleh Edison adalah saling menggugat atau melaporkan perkaranya.
Bukan menantang perang dengan oknum tentara, karena mereka tidak pernah ada sengketa dengan tentara. Apalagi jika oknum-oknum tentara tersebut berniat baik untuk menengahi, mengapa harus membongkar pagar terlebih dahulu.
” Masalah ini sudah kami laporkan ke polisi karena ada unsur pidananya, sudah membongkar pagar dan melakukan pemukulan lagi. Dan untuk oknumnya sudah kami laporkan ke pimpinannya. Mudah-mudahan tidak akan lagi terjadi arogansi oknum tentara. Negara membayar gaji untuk membela negara, bukan untuk mengintimidasi rakyatnya,”kesalnya. (http://wartakepri.co.id/)